Tragedi di Negeri Khatulistiwa II

Wednesday, January 31, 2007

Berawal dari tsunami di Aceh...

Januari 2005,
Kalangan mahasiswa berlomba memberikan segala jenis bala bantuan kepada korban bencana.
Kalangan akademisi di Labtek IX A, beberapa dosen beserta mahasiswa rekrutannya, dengan sigap menyusun beragam produk rencana untuk pemulihan daerah bencana.
Komunitas muda-mudi Bandung yang selalu menggelar 'upacara malam minggu' dengan bersenang-senang, hedon, atau sekedar nongkrong di seputaran Dago, turut prihatin akan penderitaan yang dialami oleh saudara sebangsa di Aceh sana.

Kaum jurnalis menghiasi kolom hariannya dengan tinta tanda tanya. Membahas beribu pertanyaan seputar tsunami. Artikel sebuah harian terkemuka berhasil menarik perhatian saya. Penulis artikel membahas mengenai keterkaitan antara kekuasaan dan sifat Tuhan dengan bencana yang baru saja terjadi. Sebuah retorika kemudian dibangun dengan metodologi mengkontradiksikan sifat-sifat-Nya dengan realita yang ada.
"Tuhan Maha Kuasa, tetapi Dia tidak berdaya menghentikan bencana"
"Tuhan Maha Penyayang, tetapi Dia biarkan makhluk-makhluk-Nya tewas begitu saja"
Masih banyak pernyataan lainnya, yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwasanya Tuhan bertindak tidak rasional!

Khutbah Jumat Salman memberikan gambaran apa yang sesungguhnya terjadi, dan apa kehendak-Nya. Maka muncul pertanyaan-pertanyaan seperti:
"Apakah ini adalah azab dari-Nya?"
"Mengapa ditimpakan di Aceh? Padahal rakyatnya cukup terkenal dengan ketaatannya"
"Atau ini adalah cobaan? Ujian?"
"Atau ini adalah upaya-Nya menyelamatkan mereka (korban tsunami) dari kesesatan dan dosa dunia?"
"Atau ini peringatan dari-Nya agar kita kembali ke jalan yang benar?"

Januari 2007,
Indonesia masih digempur oleh bencana beruntun (melebihi double hit combo!). Lalu pantaskah kita menanyakan alasan-Nya? Mengapa Dia gemar dan tidak ada bosannya menurunkan bencana di negeri ini? Shawni (The Madness of God) membantu saya memberikan pemahaman akan segala keputusan-Nya.

Sebagaimana bentuk dan sosok-Nya, segala pertimbangan-Nya tidak dapat dinalar oleh pikiran manusia. Kepada-Nya berpulang semua alasan, dan Dia Maha Adil. Ketidaktahuan kita akan alasan-Nya tidaklah membuat Dia menjadi tidak adil. Ditangan-Nya terletak kehancuran dan kemakmuran. Perbuatan-Nya bukan untuk dipertanyakan, perbuatan kitalah yang patut dipertanyakan.

Tragedi di Negeri Khatulistiwa

Friday, January 26, 2007

Alam semesta bekerja dengan cara-cara tertentu menurut hukum-hukum tertentu.


Kita menyadari, setiap benda memiliki kapasitas tertentu, memiliki suatu keterbatasan. Apabila suatu benda tidak mampu lagi menanggung tekanan atau perilaku yang dikenakan pada dirinya, maka benda itu akan bereaksi. Reaksinya bisa macam-macam. Misalnya air yang memiliki kapasitas untuk tetap cair, akan tetapi akan menjadi uap bila diberikan energi panas pada suhu tertentu; atau baju gaul berukuran S yang hanya cocok untuk orang yang ukuran tubuh S, dan apabila baju tersebut dipakai oleh orang yang super-gemuk (XXXL), maka baju tersebut bisa menjadi melar, bahkan sobek.

Bumi juga memiliki kapasitas tertentu dalam menghadapi perubahan. Lapisan ozon-nya ga kuat menahan efek pemanasan global. Gunung es-nya juga ga tahan dengan suhu yang semakin panas, sehingga memilih untuk mencair dan meningkatkan volume lautan. Bumi memilih untuk memusnahkan keluarga Dinosaurus agar manusia dapat berkembang. Dan bumi juga punya cara tersendiri untuk mengatur laju pertumbuhan populasi manusia!

Bencana alam, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir, dan longsor, suatu bentuk intervensi bumi dalam mengatur populasi manusia yang paling dapat diterima dengan akal sehat. Terkadang, bencana alam merupakan jawaban bumi terhadap perilaku manusia.

Wabah penyakit, pes, lepra, ebola, SARS, HIV, hingga H5N1, mencoba mengontrol laju pertumbuhan penduduk. Sebagian penyakit, juga merupakan respons bumi terhadap tingkah-laku manusia.

Peperangan, mulai dari perangnya bangsa Yunani, Romawi, World War I&II, Timur Tengah, hingga petualangan invasi AS, juga merupakan cara bumi bekerja dalam mengurangi populasi manusia. Manusia sedemikian rupa dibentuk oleh bumi menjadi sosok (elemen) yang malah menghancurkan kaumnya sendiri.

Tragedi di negeri ini (yang konon menurut mail seorang teman di milis HMP, Indonesia kita ini ternyata Si Benua Atlantis), terutama sejak tsunami Aceh, gempa Jogja, virus flu burung, asap dan kebakaran hutan, banjir dan longsor, menyemburnya lumpus panas, kecelakaan kereta api, tenggelamnya kapal, dan hilangnya pesawat, serta pertikaian di wilayah Poso, adalah mekanisme bumi dalam mengatur komponen-kompenen yang ada didalamnya.

Dan alam semesta bekerja dengan cara-cara tertentu, menurut hukum-hukum tertentu.

Gambar: nssdc.gsfc.nasa.gov

My Life Has Been Saved

Monday, January 22, 2007

This is where we are today, people going separate ways
This is the way things are now, in disarray
I read it in the papers, there's death on every page
Oh Lord I thank the Lord above, my life has been saved

Words by Queen (Brian)

Evaluasi Dini...

Thursday, January 18, 2007


Memasuki minggu ke-4 tahun 2007, mungkin sudah sewajarnya bagi kita semua untuk 'mengintip' sejauh mana progress yang telah kita lakukan di tahun ini.
Yap, istilah kerennya: intropeksi, atau evaluasi.

Eh eh tunggu dulu, waktu 3 minggu bukankah terlalu cepat untuk diadakan suatu evaluasi? Kata teman saya, kalo belum apa-apa udah ngadain evaluasi, itu namanya evaluasi dini. Evaluasi dini, selain buang-buang tenaga, juga bisa bikin kita ga puas dengan hasilnya. Evaluasi dini sangat menakutkan, sama menakutkannya dengan ejakulasi dini, hehehe...

Kalo menurut saya sih, ada benarnya juga pendapat teman tersebut. Jika kita melakukan hitung-hitungan secara ekonomi, mengadakan evaluasi terlalu cepat atau terlalu sering memang dapat merugikan kita.

Pertama, rugi waktu.
Jaman sekarang, salah satu falsafah yang dianut oleh manusia modern adalah time is money. Manusia berusaha gimana caranya supaya tiap hembusan nafasnya bisa menghasilkan uang. Dan hebatnya lagi, ada juga manusia yang kerjaannya cukup dengan 'tidur' tapi dapat duit! (Nah lho, kerjaan apaan tuh yaaa??). Bayangin deh, misalnya tiap detiknya manusia dapat menghasilkan Rp. 10,-. Berarti kalo dia ngadain evaluasi selama 1 jam saja, dia bakal kehilangan pendapatan sebesar Rp.36.000,-. Apalagi kalo evaluasinya berjam-jam, bisa rugi gede tuh!

Kedua, rugi tenaga dan pikiran.
Yang namanya evaluasi itu tentunya harus mikir. Mikirin tentang apa aja yang udah dilakuin. Yang namanya mikir ya pasti menguras tenaga. Tenaga diperoleh dari makanan, terutama yang memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna. Makanan yang sehat dan bergizi itu harganya mahal. Apalagi jaman sekarang, harga beras aja mahalnya minta ampun. Belum lagi harga sembako yang selalu minta ikut naik kalo harga BBM naik. Jadi kesimpulannya, kalo mau melakukan evaluasi kita harus nabung dulu buat makan!

Ketiga, rugi biaya.
Untuk melakukan evaluasi yang efektif, harus dibangun kondisi lingkungan yang mendukung. Misalnya intropeksi dilakukan di tengah kesunyian malam (katanya sih biar konsentrasi gitu). Tapi ternyata ada juga orang yang kalo mau intropeksi harus ke luar negeri dulu (soalnya di negeri kita banyak asap dan sering banjir, bikin ga bisa konsentrasi). Ada juga orang yang melakukan evaluasi secara terstruktur. Katanya sih supaya hasil evaluasinya tepat sasaran. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan ilmiah dengan mengadakan survey dan penelitian dulu. Wah kalo gini keadaannya, mau ga mau harus keluar duit lagi nih!

Meskipun memakan banyak kerugian secara ekonomi, sebenarnya ga ada salahnya juga ngadain evaluasi sesering mungkin. Ingat kata pepatah 'hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini". Gimana caranya kita bisa tau bahwasanya keadaan kita hari ini lebih baik dari kemarin? Ya, dengan evaluasi. Lagi pula hitung-hitungan ekonomi bukanlah satu-satunya pertimbangan kita untuk mencapai tujuan yang lebih baik, iya kan?

TIPS: kata seorang ustadz di mesjid dekat rumah saya, evaluasi diri itu mudah, murah dan sebaiknya dilakukan tiap 1x24 jam. Cukup meluangkan waktu sesaat sebelum tidur, dimulai dengan bersyukur, merenung, dan kemudian tidur.

Gambar: library.concordia.ca

Aku Tertidur... (di malam tahun baru!)

Wednesday, January 3, 2007

Lima...
Empat...
Tiga...
Dua...
Satu...!!!

zzz...zzz...zzz...zzz...zzz.................

Pergantian tahun 2006 ke 2007, aku lewati dengan tertidur di depan TV (hehehe...).

Pada tahun sebelumnya, momen pergantian tahun aku isi dengan acara kumpul-kumpul bareng teman-teman seperjuangan di sebuah rumah kontrakan di kawasan Ciumbeluit. Meskipun acaranya sekedar nonton TV dan ngopi bareng, namun cukup efektif menciptakan suasana yang hangat dan penuh persahabatan (cieee...).
Pada tahun-tahun sebelumnya, momen pergantian tahun aku lewati dengan kumpul bareng teman-teman SMU. Acaranya bisa bakar-bakar ayam, atau sekedar jalan-jalan, atau nongkrong di tempat-tempat kumpulnya anak muda (duileh!).

Momen pergantian tahun kali ini, aku tertidur di depan TV!

Bagi sebagian orang, awal tahun merupakan suatu momentum untuk memulai sesuatu yang baru, membangun harapan baru, target baru, mobil baru, pacar baru, dan baru-baru lainnya.
Juga harapan akan meningkatnya kesejahteraan bangsa, menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang baik, dan bla bla bla...

Tahun 2007 harus dimulai dengan sesuatu yang baik.
Ya, sesuatu yang baik!

Pada detik pertama di tahun 2007: aku tertidur di depan TV!

Aktivitas yang pertama kali lakukan dengan penuh kesadaran pada tahun 2007 ini adalah...
bangun dari tidur!

Pukul 01.30 aku bangun dari tidur, kemudian shalat.
Bukan, bukan shalat qiyamul lail!
Ya, shalat isya! (aduh Ded, masa sih shalat isya baru jam segitu!!!)

Kemudian aku melirik pada T310. Oh ternyata ada sms masuk toh.
Wah dari seorang sahabatku!
"Happy new year!Welcome 2007,smoga taun baru bawa berkah dan mjd taun yg jd jauh lbh baek buat smuanya..Gutlak..Have a wonderful year \(n_n)/"

Ya, kita semua berharap pada tahun 2007 ini hidup kita jadi lebih baik.
Dan sekali lagi, untuk mewujudkan harapan itu maka harus dimulai dengan sesuatu yang baik.

Apakah tertidur di depan TV pada pergantian tahun baru merupakan sesuatu yang baik?

Tidur, bangun, kemudian shalat, merupakan suatu proses.
Tidur, bangun, kemudian shalat, dapat kujadikan sebagai suatu analogi kehidupan yang kuharapkan terjadi pada diriku di tahun 2007 ini.

Tidur, bangun, kemudian shalat...

Selamat datang 2007!